Keajaibanalam – Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena rombak keamanan negara setelah rangkaian ledakan bom pada hari Minggu. Akibat kejadian itu 321 orang tewas dan melukai 500 lainnya.
Presiden Maithripala Sirisena umumkan perubahan di posisi kepala pasukan pertahanan. Demikian seperti dilansir dari BBC, Rabu (24/4).
Dalam pidato yang disiarkan televisi Selasa malam, Presiden Sirisena katakan dia akan merestrukturisasi polisi dan pasukan keamanan sepenuhnya dalam beberapa minggu mendatang.
Mengemukakan apa yang tampaknya sebagai alasan perombakan, Presiden Sirisena katakan bahwa laporan peringatan ancaman pra-teror 21 April 2019 lalu tidak dibagikan kepadanya. Oleh karenanya, ia berjanji untuk “mengambil tindakan tegas” terhadap para pejabat.
“Para pejabat keamanan yang mendapat laporan intelijen dari negara asing tidak membaginya dengan saya. Saya telah putuskan untuk ambil tindakan tegas terhadap para pejabat ini,” kata Sirisena.
Pemerintah dan institusi keamanan Negeri Ceylon hadapi sorotan tajam sejak tragedi 21 April melanda, dengan berbagai laporan menyebut bahwa aparat tidak tindaklanjuti potensi ancaman teror meski telah timbul laporan intelijen tentang hal itu.
Bahkan, laporan media asing yang mengutip narasumber pejabat anonim menyebut, laporan intelijen itu tidak sampai ke presiden, perdana menteri, dan jajaran kabinet Sri Lanka.
Sementara itu, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe katakan kelompok teroris internasional seperti ISIS mungkin terkait dengan ledakan itu.
Dia tambahkan bahwa pemerintah percaya serangan hari Minggu tidak mungkin dilakukan tanpa bantuan dari kelompok-kelompok teror di luar negeri.
Di sisi lain, ISIS pada Selasa 23 April 2019, klaim teror Sri Lanka, meskipun tidak memberikan bukti. Namun, mereka mengunggah apa yang tampaknya sebagai delapan pria yang mengaku berada di balik serangan itu.
Melalui corong media-nya, Amaq, Daesh katakan pihaknya telah “targetkan warga negara dari aliansi pejuang salib (koalisi pimpinan AS) dan umat Kristen di Sri Lanka.”
Dengan ISIS yang telah klaim bertanggungjawab atas stragedi 21 April, Sri Lanka kini memasuki situasi intelkam yang belum pernah terpetakan oleh mereka sebelumnya.
Negeri Ceylon belum pernah hadapi jenis serangan seperti itu sebelumnya, meski mereka memiliki 26 tahun sejarah panjang konflik dan perang saudara dengan kelompok separatis Macan Tamil yang mayoritas Hindu. Namun selama ini, the Tamil Tigers sebatas dikenal dengan kelompok berhaluan politik, nasionalis-revolusi, dan memiliki agenda separatisme.
Mereka pun telah dinyatakan tamat sejak pemerintah Sri Lanka umumkan perdamaian pada 2009.
Narasi kekerasan, konflik, dan teror berbasis agama tidak ada dalam kamus pemerintah Sri Lanka. Bahkan, Menteri Perumahan, Sajith Premadasa katakan bahwa negaranya menghadapi “jenis terorisme baru” atas insiden 21 April lalu.
“Sejak akhir perang tahun 2009, kami belum alami serangan seperti ini sehingga kami sangat terganggu dan khawatir,” kata Menteri Premadasa yang menambahkan bahwa rangkaian kejadian kemarin merupakan karya para bomber bunuh diri.
Pihak berwenang katakan mereka sedang cari kemungkinan hubungan antara pemuda muslim terafiliasi kelompok radikal lokal dengan kelompok teroris global –dugaan kuat mengarah pada ISIS.
Tentang kelompok lokal yang dimaksud, telunjuk Kolombo mengarah kepada National Thowheeth Jamaath (NTJ) yang masuk dalam radar intelijen 10 hari sebelum insiden 21 April 2019.
NTJ tidak miliki sejarah serangan skala besar, tetapi menjadi terkenal tahun lalu ketika mereka dipersalahkan karena merusak patung-patung Buddha. Kelompok itu belum menyatakan klaim lakukan pemboman hari Minggu.
Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan, “mereka tidak mungkin melakukannya hanya secara lokal” dan menyebut ada pihak dari luar Sri Lanka yang membantu.
“Ada pelatihan dan koordinasi yang belum kami lihat sebelumnya,” tambah Wickremesinghe.
Polisi sekarang telah menahan 40 tersangka sehubungan dengan serangan itu, yang semua adalah warga negara Sri Lanka. Keadaan darurat tetap berlaku untuk cegah serangan lebih lanjut.